Indonesia dikenal kaya akan keragaman hayati, sehingga sangat potensial untuk mengembangkan obat tradisional. Namun karena kurang banyak penelitian, dalam beberapa tahun terakhir baru ada 6 jenis herbal yang sudah teruji secara klinis.
Artinya selama bertahun-tahun, hanya ada 6 jenis herbal inilah yang sudah diujikan manfaat dan keamanannya pada manusia. Herbal yang sudah teruji secara klinis akan naik 'derajatnya' menjadi fitofarmaka, yang bisa disetarakan pemanfaatannya dengan obat kimia moderen.
Selain 6 herbal yang sudah menjadi fitofarmaka, ada juga 38 herbal yang statusnya sudah bukan sekedar jamu biasa. Herbal-herbal itu sudah menjadi Obat Herbal Terstandar (OHT), yang berarti khasiat dan keamanannya sudah diujikan secara preklinis atau pada binatang.
Mengingat perkembangan riset herbal begitu lambat, Kementerian Kesehatan kini gencar melakukan saintifikasi jamu. Tujuannya tidak lain untuk memberikan bukti ilmiah yang memadai soal khasiat dan keamanan herbal asli Indonesia, supaya bisa dipakai oleh dokter-dokter di layanan kesehatan.
"Kalau ada jamu yang rasanya sudah bisa jadi herbal terstandar, ya jangan jadi jamu terus dong," kata dr Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer di Gedung Kementerian Kesehatan,
Saat ini, Kemenkes tengah mengembangkan 4 formula dari bahan herbal untuk diujikan di 60 Puskesmas yakni formula antihipertensi, antidiabetes, antiglikemia dan antikolesterolemia. Jika keberhasilannya melewati 65 persen, maka formula tersebut sudah bisa digunakan oleh dokter.
Ambisi ini sama sekali tidak berlebihan, sebab Indonesia dikenal sangat kaya akan keragaman hayati. Diperkirakan dari seluruh tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh di wilayah Asia, 90 persen atau 7 ribu spesies di antaranya bisa ditemukan di berbagai wilayah Indonesia.
Apalagi selama ini, sudah banyak obat-obat moderen yang awalnya diciptakan dari herbal asli Indonesia. Sebut saja obat kanker vincristine dan vinblastin yang dipakai di seluruh dunia, awalnya diciptakan dari ekstrak tapak dara yang juga tumbuh di Indonesia.
Kepercayaan masyarakat terhadap obat tradisional juga memberikan dukungan tersendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan, 55,3 persen penduduk Indonesia menggunakan obat tradisional untuk memelihara kesehatan dan 95,6 persen di antaranya mengakui manfaatnya.
0 komentar:
Posting Komentar