Salah satu keluhan yang bisa dialami oleh perempuan setelah melahirkan adalah terjadinya kelainan (disfungsi) dasar panggul. Tapi hal ini sebenarnya bisa dicegah atau dihindari.
"Ibu yang selamat dari kematian saat melahirkan berisiko mengalami disfungsi dasar panggul yang mungkin terjadi pada usia 40-an tahun," ujar dr Budi Iman Santoso, SpOG(K) dalam acara press conference 'Pentingnya 3 Pilar Pelayanan yaitu Kehamilan dan Persalinan Aman, Pencegah Disfungsi Dasar Panggul dan Penapisan Kelainan Kandungan untuk Kesehatan Perempuan Indonesia' di RSCM Kencana,
dr Budi menuturkan gejala yang muncul jika seseorang mengalami disfungsi dasar panggul adalah:
1. Inkontinensi urine, misalnya pipis atau keluar urine saat batuk atau ketika shalat ruku
2. Inkontinensi fekal, misalnya tidak bisa menahan kentut (buang gas)
3. Turunnya rahim, dubur dan kandung kemih
4. Disfungsi seksual, misalnya keluar urine atau kentut ketika sedang berhubungan seks.
"Disfungsi ini terjadi karena adanya kerusakan pada otot levator ani, otot ini sebenarnya bisa meregang sampai 200 persen tapi jika lebih dari itu ia akan robek. Diperkirakan 15-35 persen persalinan vagina menyebabkan trauma pada otot levator ani," ungkapnya.
dr Budi mengungkapkan persalinan pertama berkontribusi terbesar dalam menyebabkan kerusakan dasar panggul, meski penyebabnya multifaktorial. Kerusakan ini bisa menurunkan kualitas hidup seorang perempuan.
Untuk mencegah kondisi ini, dr Budi menjelaskan ada 4 variabel yang bisa diperhatikan yaitu:
1. Tindakan episiotomi (pengguntingan perineum atau jalan lahir) sebaiknya jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi. Dulu 100 persen persalinan melakukan episiotomi, tapi sekarang hanya 60 persen saja.
2. Kalau pembukaan sudah sempurna, sebaiknya jangan membuat ibu hamil mengejan lebih dari 65 menit
3. Upayakan selama pemeriksaan kehamilan, bayi yang dikandung beratnya tidak lebih dari 3325 gram (3,325 Kg)
4. Jika melakukan episiotomi maka hindari terjadinya robekan levator ani hingga mencapai grade 3 dan 4
"Zaman dulu kalau tidak digunting maka lebih susah, tapi sebenarnya hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu yang kalau tidak digunting maka robekannya menjadi tidak terkontrol atau berantakan sehingga jahitnya sulit. Tapi ada juga yang perineumnya elastis sehingga tidak perlu dipotong," ujar dr Aria Wibawa, SpOG(K).
Sementara itu dr Budi menuturkan jika panjang perineum (jarak dari anus sampai tepi bawah vagina) yang dimiliki oleh perempuan ini kurang dari 2,5 cm, maka mau tidak mau harus dilakukan episiotomi.
"Dengan senam hamil biasanya bisa mengatur elastisitas dari otot dasar panggul, serta mengatur pernapasan saat mengedan. Tapi sebenarnya jumlah jahitan tidak menunjukkan apakah seseorang digunting atau tidak," ujar dr Budi.
Bisnis Pulsa daftar GRATIS....
Dapat 1$ / Bulan Seumur Hidup dengan Pendaftaran Gratis.. Coba Yuk.. Klik DISINI








0 komentar:
Posting Komentar